http://ariefdesignandcreated.blogspot.com |
Apa sih makna kota pensiun. Apakah sebuah kota yang berisi kumpulan orang-orang yang sudah pensiun. Ataukah sebuah kota yang sudah lelah, sehingga perlu pensiun.
Kalau kalimat yang kedua yang dimaksud, berarti bisa juga disebut pensiunan kota. Artinya, kota ini dulu pernah aktif, pernah maju, pernah populer, pernah menjadi pusat kebudayaan, pemerintahan, perdagangan, industri, dan segala hal yang menunjukkan dinamika sebuah kota, lalu karena berbagai alasan, misalnya tidak produkstif, ditinggal penduduknya, capek, lelah, kemudian istirahat dan duduk manis di rumah menikmati sisa hari tuanya. Benarkah demikian?
Lalu, apa yang menarik dari cap seperti itu. Padahal kita tahu, pensiun identik dengan tua, renta, pasrah, dan tidak produktif. Ya, kalau kita aplikasikan dengan kondisi di lapangan tampaknya pas sekali dengan kondisi kota Purworejo saat ini.
Dari asal usul kata, Purworejo, terdiri dari kata Purwo dan Rejo. Purwo artinya pertama, dahulu, atau di depan. Rejo artinya, ramai, maju, meriah. Purworejo berarti, depan ramai, dulu ramai atau pertamanya ramai.Terjemahan bebas, adalah Purworejo itu sebuah kota yang dulu pernah ramai, atau dulu pernah pernah jaya, maju, pernah hebat. Tapi sekarang…?
Di Jawa Timur ada sebuah Taman Nasional bernama Alas Purwo yang tepatnya terletak di ujung timur Pulau Jawa, yakni di Kabupaten Banyuwangi. Bagi masyarakat sekitar, nama Alas Purwo memiliki arti sebagai hutan pertama, atau hutan tertua di Pulau Jawa. Oleh sebab itu, tak heran bila masyarakat sekitar menganggap Alas Purwo sebagai hutan keramat. Sehingga, selain diminati sebagai tujuan wisata alam, kawasan Alas Purwo juga diyakini memiliki situs-situs yang dianggap mistis yang menjadi magnet bagi para peziarah untuk melakukan berbagai ritual di hutan ini.
Bagaimana dengan Purworejo. Apakah ada peluang untuk menjadi kota keramat atau kota tua yang bisa menarik wisatawan? Mungkin saja bisa, karena di sini ada makam Kyai Sadrach, tokoh penginjil, perintis Gereja Kristen Jawa. Ini menarik karena misionaris Kristen tetapi disebut Kyai. Ada pula Syeh Imam Puro, Ulama Purworejo, Jan Toorop, pelukis Belanda, A.J.G.H. Kostermans, pakar botani Indonesia, Jendral Ahmad Yani, pahlawan revolusi, Kol. Sarwo Edi Wibowo, mertua presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Bustanul Arifin, mantan Kabulog Orde Baru, Jenderal Urip Sumoharjo, tokoh dan pendiri TNI, W.R.Soepratman, pencipta lagu kebangsaan “Indonesia Raya” (tapi masih diperdebatkan).
Yang tidak kalah menarik adalah Bukti Geger Menjangan yang konon punya arti khusus buat orang-orang yang dilahirkan di bawah atau di kawasan bukit tersebut. Orang Purworejo dari dulu hingga sekarang dikenal sebagai orang yang teguh dalam berpendirian, tegas, tidak mau kompromi, jujur, dan bertanggung jawab. Maka, ini lagi-lagi konon, setiap pemerintahan pusat “harus” selalu ada tokoh asal Purworejo untuk menjaga moral kabinet.
Tokoh dengan ciri-ciri tersebut ada pada sosok A Yani, Sarwo Edi, Urip Sumoharjo, dan banyak lagi. Yang terakhir Endriartono Sutarto, mantan Panglima TNI yang menolak kompromi dengan SBY, mundur dari komisaris Pertamina, lalu diganti oleh mantan Kapolri Sutanto yang lebih bisa disetrir oleh penguasa.
Kembali ke soal kota pensiun, bisakah Purworejo dibuat seperti kota pensiun di luar negeri? Kata teman saya, di Italia, ada kota pensiun bernama Siena, berpenduduk sekitar 1500-2000 jiwa dengan annual growth sekitar 0,06 persen. Sebanyak 80 persen penduduknya adalah orang-orang jompo, atau orang-orang yang berusia di atas 55 tahun.
Kota ini menarik buat wisatawan yang ingin liburan summer. Kotanya bersih, aman, sejuk dan tenang. Betul-betul kota pensiun. Bagaimana dengan Purworejo? Apakah masih suka disebut kota pensiun, kota kambing atau kota gaplek?
Sumber: Dinas Pariwisata Purworejo.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar